Logo
Logo
BerandaPelatihanMidiatamaJadwalInstrukturKarirArtikel
Login
Artikel
Artikel Populer
10 Perbedaan Sertifikasi Ahli K3 Umum BNSP dan Kemnaker RI

10 Perbedaan Sertifikasi Ahli K3 Umum BNSP dan Kemnaker RI

6 Juni -14 Juni 2024, 410 Views

Tips Menerapkan Tindakan Pencegahan di Tempat Kerja

Tips Menerapkan Tindakan Pencegahan di Tempat Kerja

6 Juni -14 Juni 2024, 388 Views

Selain Fire Detector, Apa Komponen Lain yang Ada pada Fire Alarm?

Selain Fire Detector, Apa Komponen Lain yang Ada pada Fire Alarm?

6 Juni -14 Juni 2024, 365 Views

Bagaimana Cara Mencegah dan Mengurangi Rasa Sakit Perut Saat Maag Kambuh?

Bagaimana Cara Mencegah dan Mengurangi Rasa Sakit Perut Saat Maag Kambuh?

6 Juni -14 Juni 2024, 338 Views

Waspadai Bahaya Arc Flash – Ledakan Api Listrik

Waspadai Bahaya Arc Flash – Ledakan Api Listrik

6 Juni -14 Juni 2024, 325 Views

6 Klasifikasi Area Berbahaya dan Tindakan Pencegahannya

6 Klasifikasi Area Berbahaya dan Tindakan Pencegahannya

6 Juni -14 Juni 2024, 321 Views

Mengapa perlu melakukan penilaian risiko kebakaran?

Mengapa perlu melakukan penilaian risiko kebakaran?

6 Juni -14 Juni 2024, 313 Views

Faktor-Faktor yang Harus Dipertimbangkan Saat Memilih Lifeline

Faktor-Faktor yang Harus Dipertimbangkan Saat Memilih Lifeline

6 Juni -14 Juni 2024, 299 Views

Artikel Terbaru
Safety K3
Frekuensi dan Metode Kalibrasi yang Umum Digunakan
12 November 2024
Frekuensi dan Metode Kalibrasi yang Umum Digunakan
Safety K3
10 Alat Ukur dan Kalibrasi Penting pada Kilang Minyak
09 November 2024
10 Alat Ukur dan Kalibrasi Penting pada Kilang Minyak
Safety K3
10 Simbol Rambu Larangan yang Wajib Dipasang di Area Produksi untuk Menghindari Kecelakaan
06 November 2024
10 Simbol Rambu Larangan yang Wajib Dipasang di Area Produksi untuk Menghindari Kecelakaan
Safety K3
Langkah Menilai Risiko Bahaya Listrik
24 Oktober 2024
Langkah Menilai Risiko Bahaya Listrik
Safety K3
6 Ketentuan Tangga Darurat yang Perlu Diketahui!
21 Oktober 2024
6 Ketentuan Tangga Darurat yang Perlu Diketahui!
Safety K3
Tahukah Kamu Ruang Lingkup K3 Listrik di Perusahaan?
17 Oktober 2024
Tahukah Kamu Ruang Lingkup K3 Listrik di Perusahaan?
Safety K3
Yuk hitung kebutuhan Perancah Proyekmu!
14 Oktober 2024
Yuk hitung kebutuhan Perancah Proyekmu!
Safety K3
8 Penyebab Utama Kecelakaan Fatal pada Pekerja Instalasi Gas
10 Oktober 2024
8 Penyebab Utama Kecelakaan Fatal pada Pekerja Instalasi Gas
1
...
7
8
9
6
7
8
9
10
...
56
  1. Home
  2. Artikel

Artikel

Frekuensi dan Metode Kalibrasi yang Umum Digunakan
Safety K3
Frekuensi dan Metode Kalibrasi yang Umum Digunakan

Frekuensi kalibrasi bergantung pada beberapa faktor seperti jenis alat, frekuensi penggunaan, kondisi lingkungan, dan persyaratan keakuratan. Beberapa alat mungkin memerlukan kalibrasi lebih sering daripada yang lain.

Umumnya, alat-alat kritis atau yang digunakan dalam pengukuran yang membutuhkan akurasi tinggi mungkin memerlukan kalibrasi lebih sering, bahkan setiap beberapa bulan atau lebih. Di sisi lain, alat-alat yang jarang digunakan mungkin memerlukan kalibrasi kurang sering. Rekomendasi frekuensi kalibrasi biasanya disediakan oleh produsen atau dalam standar industri terkait.

Metode Kalibrasi yang Umum Digunakan:

  1. Perbandingan dengan Standar:
    Metode ini melibatkan membandingkan hasil pengukuran alat dengan standar yang sudah diketahui keakuratannya. Standar tersebut biasanya sudah dikalibrasi sebelumnya dan diakui sebagai referensi yang andal.
  2. Reproduksi:
    Metode ini melibatkan pengulangan suatu kondisi atau pengukuran yang dikenal dengan sangat akurat. Sebagai contoh, alat yang diuji mungkin diukur berulang kali dalam kondisi yang sama, dan hasilnya dibandingkan dengan nilai yang seharusnya.
  3. Pengaturan Ulang atau Penyetelan Kembali (Zero Adjustment):
    Beberapa alat memiliki kemampuan untuk diatur ulang atau disetel ulang, terutama untuk mengatasi drift atau perubahan lambat pada nilai awal atau nol. Prosedur ini juga dapat dianggap sebagai bagian dari proses kalibrasi.
  4. Kalibrasi Otomatis:
    Beberapa alat modern memiliki fungsi kalibrasi otomatis yang memungkinkan alat untuk mengkalibrasi dirinya sendiri secara berkala berdasarkan parameter yang diatur sebelumnya.
  5. Sertifikasi Pihak Ketiga:
    Dalam beberapa kasus, kalibrasi dapat dilakukan oleh pihak ketiga yang independen. Ini sering digunakan untuk memastikan ketidakberpihakan dan keandalan hasil kalibrasi.

Pemilihan metode kalibrasi tergantung pada jenis alat, tingkat akurasi yang diinginkan, dan persyaratan spesifik yang mungkin diterapkan dalam industri atau standar tertentu. Dalam semua kasus, dokumentasi kalibrasi yang baik penting untuk melacak dan mengelola histori kinerja alat ukur.

Kesimpulan

Dalam kilang minyak, pengukuran dan kalibrasi alat merupakan aspek kritis yang memainkan peran utama dalam menjaga keselamatan dan efisiensi operasi. Alat ukur seperti termometer, pressure gauge, flow meter, level gauge, analyzer, densitometer, viscometer, Coriolis flow meter, ultrasonic flow meter, dan chromatograph digunakan untuk memantau dan mengontrol berbagai parameter selama proses produksi minyak.

Keakuratan pengukuran menjadi kunci dalam menjaga proses produksi yang konsisten dan aman. Oleh karena itu, kalibrasi secara berkala sangat penting untuk mengatasi perubahan yang mungkin terjadi pada alat seiring waktu. Kalibrasi yang akurat memastikan bahwa alat ukur memberikan hasil yang tepat dan dapat diandalkan, mencegah terjadinya kesalahan dalam operasi kilang.

Ini bukan hanya masalah efisiensi produksi, tetapi juga menjadi faktor krusial dalam menjaga keselamatan pekerja dan mencegah potensi risiko yang dapat timbul akibat ketidakakuratan pengukuran. Dengan memprioritaskan pengukuran dan kalibrasi yang akurat, kilang minyak dapat meningkatkan kinerja operasionalnya sambil menjaga standar keselamatan yang tinggi.

12 November 2024.
Midiatama
10 Alat Ukur dan Kalibrasi Penting pada Kilang Minyak
Safety K3
10 Alat Ukur dan Kalibrasi Penting pada Kilang Minyak

Dalam konteks ini, pengukuran yang akurat dan kalibrasi yang teratur menjadi kunci dalam memastikan efisiensi operasional dan keamanan di seluruh proses produksi. Artikel ini akan menjelaskan secara mendalam peran vital pengukuran dan kalibrasi dalam menjaga kualitas serta keandalan proses di kilang minyak. Selain itu, artikel ini akan mengulas jenis-jenis alat ukur yang umum digunakan di kilang minyak, mulai dari alat pengukur tekanan hingga alat pengukur suhu dan aliran.

Dengan pemahaman yang lebih baik tentang alat-alat ini, operator kilang dapat mengoptimalkan penggunaannya dan meminimalkan risiko gangguan dalam proses produksi. Selain itu, artikel ini juga akan memberikan gambaran umum tentang metode-metode kalibrasi yang efektif untuk memastikan keakuratan dan keandalan alat ukur tersebut.

Dengan demikian, diharapkan artikel ini dapat menjadi panduan yang berguna bagi para profesional dan praktisi yang terlibat dalam operasi kilang minyak.

10 Alat Ukur dan Kalibrasi Penting pada Kilang Minyak

  1. Termometer:
    Termometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur suhu. Dalam proses kilang, termometer digunakan untuk memantau suhu di berbagai titik penting. Ini membantu dalam mengendalikan suhu selama proses produksi, memastikan bahwa kondisi suhu optimal dipertahankan untuk berbagai reaksi kimia atau proses lainnya.
  2. Pressure Gauge:
    Pressure gauge digunakan untuk mengukur tekanan di berbagai titik dalam proses kilang. Tekanan merupakan parameter kritis dalam operasi kilang, dan pemantauan tekanan membantu dalam menjaga keamanan dan kinerja optimal peralatan. Pada umumnya, tekanan harus dijaga dalam rentang tertentu untuk memastikan proses berlangsung dengan baik.
  3. Flow Meter:
    Flow meter digunakan untuk mengukur aliran fluida dalam pipa. Ini membantu dalam memantau dan mengontrol jumlah bahan yang dialirkan melalui sistem pipa. Pengukuran aliran yang akurat penting dalam mengoptimalkan proses dan menghindari masalah seperti kelebihan atau kekurangan pasokan.
  4. Level Gauge:
    Level gauge digunakan untuk mengukur ketinggian fluida dalam tangki. Ini penting untuk mengontrol dan memantau tingkat bahan dalam tangki penyimpanan. Hal ini dapat mencegah overflow atau kekurangan bahan yang dapat menyebabkan gangguan dalam proses produksi.
  5. Analyzer:
    Analyzer digunakan untuk mengukur komposisi kimia fluida. Ini membantu dalam memantau kualitas dan keberlanjutan bahan yang digunakan dalam proses kilang. Analisis kimia membantu dalam mengidentifikasi dan mengatasi masalah yang mungkin timbul selama produksi.
  6. Densitometer:
    Densitometer mengukur massa jenis fluida. Pemantauan massa jenis berguna untuk memastikan bahwa bahan yang digunakan memiliki karakteristik yang sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan dalam proses kilang.
  7. Viscometer:
    Viscometer digunakan untuk mengukur viskositas fluida. Viskositas adalah parameter yang penting dalam proses kilang, terutama jika viskositas yang tepat diperlukan untuk memastikan konsistensi atau reaksi kimia yang tepat.
  8. Coriolis Flow Meter:
    Coriolis flow meter digunakan untuk mengukur massa dan aliran fluida secara simultan. Ini memberikan pengukuran yang akurat tanpa memerlukan penyesuaian untuk variasi densitas atau viskositas.
  9. Ultrasonic Flow Meter:
    Ultrasonic flow meter mengukur aliran fluida menggunakan gelombang ultrasonik. Ini merupakan metode non-kontak yang dapat digunakan untuk mengukur aliran dalam berbagai jenis fluida tanpa mempengaruhi sifat fisik atau kimianya.
  10. Chromatograph:
    Chromatograph digunakan untuk mengukur komposisi kimia gas dan cair. Ini membantu dalam analisis yang lebih mendalam tentang komponen-komponen yang hadir dalam suatu sampel, yang penting dalam proses kontrol kualitas.

Pentingnya Kalibrasi

Kalibrasi alat ukur sangat penting untuk memastikan akurasi dan keandalan hasil pengukuran. Alat ukur, seiring waktu dan penggunaan, dapat mengalami perubahan yang dapat memengaruhi ketepatan pengukuran. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi akurasi termasuk ausnya komponen, perubahan suhu, kelembaban, atau tekanan lingkungan, serta faktor-faktor lainnya.

Kalibrasi membantu dalam mengkoreksi perbedaan antara nilai yang diukur oleh alat dan nilai yang sebenarnya, sehingga memastikan bahwa hasil pengukuran tetap konsisten dan dapat diandalkan.

09 November 2024.
Midiatama
10 Simbol Rambu Larangan yang Wajib Dipasang di Area Produksi untuk Menghindari Kecelakaan
Safety K3
10 Simbol Rambu Larangan yang Wajib Dipasang di Area Produksi untuk Menghindari Kecelakaan

Rambu larangan adalah jenis rambu keselamatan yang bertujuan untuk mengingatkan atau melarang tindakan tertentu di lingkungan kerja, khususnya di area produksi yang berisiko tinggi. Rambu ini berfungsi sebagai pengingat penting yang dapat mencegah insiden dengan melarang perilaku yang dapat membahayakan keselamatan karyawan maupun peralatan kerja. Sebagai bagian dari standar keselamatan di tempat kerja, rambu larangan dirancang untuk mudah dikenali sehingga dapat langsung dipahami dan diikuti.

Daftar Simbol Rambu Larangan

Berikut adalah 10 simbol rambu larangan yang sebaiknya ada di area produksi beserta maknanya:

1. Dilarang Masuk

Menandakan bahwa area tersebut terbatas dan tidak boleh dimasuki tanpa izin.

2. Dilarang Merokok

Melarang aktivitas merokok di area tertentu untuk mencegah bahaya kebakaran.

3. Dilarang Mengoperasikan Mesin

Menandakan bahwa hanya operator berizin yang diperbolehkan mengoperasikan mesin.

4. Dilarang Menyalakan Api

Sign Dilarang Menyalakan Api - SAFETY MART INDONESIA

Untuk mencegah kebakaran di area yang rawan.

5. Dilarang Menggunakan Perangkat Elektronik

Larangan ini menghindari gangguan atau risiko kebakaran di area tertentu.

6. Dilarang Memotret

Gambar Jangan Ambil Gambar PNG | Vektor Dan Fail PSD | Muat Turun Percuma Di Pngtree

Menandakan bahwa pengambilan foto tidak diperbolehkan untuk menjaga kerahasiaan atau keamanan.

7. Dilarang Masuk Tanpa Alat Pelindung

Menandakan bahwa akses tanpa APD dilarang di area berbahaya.

8. Dilarang Membawa Makanan dan Minuman

Dilarang Membawa Makanan Minuman - SAFETY MART INDONESIA

Untuk mencegah kontaminasi di area tertentu, terutama di lingkungan produksi.

9. Dilarang Membawa Barang Logam

Safety Sign Bahan Logam - SAFETY MART INDONESIA

Di area dengan risiko kelistrikan tinggi, ini mencegah bahaya korsleting.

10. Dilarang Membawa Zat Kimia Berbahaya

Mencegah risiko bahan berbahaya bercampur dengan proses produksi atau lingkungan.

Pentingnya Setiap Simbol

Pemasangan simbol rambu larangan di area produksi sangat krusial. Setiap simbol berfungsi sebagai pencegah terhadap risiko tertentu yang bisa menimbulkan kecelakaan serius jika diabaikan. Misalnya, simbol “Dilarang Merokok” di area dengan bahan mudah terbakar dapat mencegah insiden kebakaran, sementara “Dilarang Masuk Tanpa APD” memastikan karyawan terlindungi dari potensi cedera. Dengan mematuhi simbol-simbol ini, kecelakaan kerja yang disebabkan oleh tindakan kelalaian dapat diminimalisasi.

Implementasi Rambu Larangan

Memasang rambu larangan dengan tepat adalah langkah penting untuk menjaga keselamatan. Rambu harus ditempatkan di lokasi yang terlihat jelas dan mudah dipahami oleh seluruh karyawan, seperti di pintu masuk area produksi atau dekat peralatan yang memerlukan perhatian khusus. 

Selain itu, perusahaan perlu memberikan sosialisasi mengenai arti dari setiap simbol rambu larangan melalui pelatihan dan penjelasan langsung kepada karyawan, sehingga semua orang di tempat kerja memahami dan mematuhi aturan ini.

Sanksi bagi Perusahaan yang Tidak Menerapkan Simbol Larangan

Pemerintah memiliki regulasi ketat terkait penerapan simbol keselamatan, termasuk rambu larangan. Perusahaan yang mengabaikan aturan ini dapat dikenakan sanksi, mulai dari peringatan administratif hingga denda, bahkan penutupan sementara. 

Sanksi ini diberikan untuk mendorong perusahaan agar serius dalam menerapkan keselamatan kerja demi melindungi karyawan dari risiko yang bisa dihindari. Di Indonesia, rambu larangan di tempat kerja diatur melalui sejumlah regulasi yang bertujuan memastikan keselamatan karyawan dan mencegah kecelakaan. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan menekankan pentingnya rambu-rambu ini sebagai bagian dari standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). 

Penggunaan dan penempatan rambu keselamatan diatur untuk menjamin bahwa area produksi aman bagi pekerja, terutama dalam sektor yang memiliki risiko tinggi, seperti industri migas atau manufaktur berat.

06 November 2024.
Midiatama
Langkah Menilai Risiko Bahaya Listrik
Safety K3
Langkah Menilai Risiko Bahaya Listrik

Salah satu standar yang sering digunakan untuk keselamatan listrik di tempat kerja adalah NFPA 70E, dari National Fire Protection Association. Pada Pasal 110.1 (A), pengusaha diharuskan membuat program keselamatan listrik. Program keselamatan ini dimaksudkan untuk memberikan instruksi kerja yang aman untuk fasilitas, menghindari atau mengurangi risiko dari bahaya listrik yang ada.

Sebagai hasilnya, program keselamatan yang efektif membutuhkan pemahaman yang jelas tentang semua risiko yang ada dalam proses bisnis. Pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi dan menganalisis risiko ini adalah “penilaian risiko” atau biasa kita kenal juga dengan risk assessment. Penilaian risiko mengikuti urutan tiga langkah sederhana:

  • Identifikasi Bahaya yang ada

Langkah awal dalam melakukan penilaian risiko dari bahaya listrik adalah dengan mengidentifikasi setiap sumber potensial cedera listrik di ruang kerja yang digunakan.

  • Nilai risiko yang terkait dengan bahaya tersebut

Setelah mengidentifikasi setiap sumber potensial cedera listrik yang ada, langkah selanjutnya adalah menilai risiko bahaya tersebut. “Risiko” mengacu pada kombinasi ide: tingkat keparahan cedera dan kemungkinan terjadinya cedera.

Mulailah dengan memberi peringkat keparahan cedera potensial ke dalam salah satu kategori ini:

  • Cedera fatal atau mengubah hidup, secara permanen mencegah kembali bekerja
  • Cedera parah, membutuhkan rawat inap
  • Kerusakan yang dapat dibalik, membutuhkan perhatian medis profesional
  • Cedera ringan, hanya membutuhkan pertolongan pertama

Kemudian, untuk setiap tugas atau prosedur yang dapat membuat karyawan terpapar bahaya, urutkan tingkat kemungkinan terjadinya cedera, dengan menggunakan parameter sederhana berikut ini:

  • Seberapa sering seorang pekerja akan terpapar – sekali dalam satu jam, sekali sehari, sebulan sekali, atau setahun sekali?
  • Ketika seorang pekerja terpapar, seberapa besar kemungkinan paparan itu benar-benar menghasilkan peristiwa yang berbahaya?
  • Jika terjadi peristiwa berbahaya, seberapa besar kemungkinan pekerja dapat membatasi atau menghindari cedera?

Hubungkanlah tingkat keparahan cedera potensial dengan kemungkinan cedera yang terjadi hingga menghasilakan perkiraan risiko total untuk pekerjaan yang diberikan.

Ketika menilai kemungkinan suatu peristiwa berbahaya, sering kali kita menganggap bahwa pekerja yang bertugas memiliki informasi yang cukup dan menggunakan peralatan dengan benar. Ini akan menghasilkan hasil penilaian yang tidak konsisten dan terlalu optimis, yang pada akhirnya menyebabkan rasa aman yang salah. Cobalah selalu membayangkan skenario terburuk, mengingat “Hukum Murphy” dalam pikiran – jika itu bisa salah, itu mungkin akan terjadi.

  • Terapkan kontrol untuk membatasi risiko itu

Setelah mengidentifikasi bahaya dan menilai risiko masing-masing proses, kini saatnya melihat di mana tindakan diperlukan. Langkah-langkah yang dapat ambil untuk melindungi pekerja harus mengikuti hirarki pengendalian risiko, sehingga pendekatan yang paling efektif dapat dicoba terlebih dahulu. Banyak bahaya akan membutuhkan lebih dari satu tindakan perlindungan yang harus diambil. NFPA menjelaskan urutan ini:

  • Pengendalian Teknik: seperti penghalang dan peralatan yang dirancang ulang, yang dapat menghilangkan bahaya sepenuhnya atau memberikan pemisahan fisik antara bahaya dan pekerja
  • Perangkat Peringatan: seperti tanda dan label, yang memastikan bahwa pekerja dan pengunjung mengetahui bahaya sebelum mereka terpapar
  • Prosedur: termasuk rencana dan instruksi tertulis, yang memberikan panduan khusus kepada pekerja tentang melakukan tugas yang diberikan dengan aman
  • Pelatihan: menjelaskan apa yang harus dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan, dan alasan di balik langkah-langkah tersebut, yang memberi pekerja latar belakang keselamatan umum yang berlaku untuk situasi serupa
  • Alat Pelindung Diri (APD): seperti sarung tangan dan pelindung wajah, yang menawarkan garis pertahanan terakhir bagi pekerja yang terpapar bahaya.

Langkah-langkah untuk membatasi risiko harus selalu dimulai dengan kontrol teknik, karena semua pendekatan lain pada akhirnya bergantung pada pekerja yang tidak melakukan kesalahan. Setiap kesalahan merupakan kemungkinan bahaya. Dengan menerapkan kontrol secara fisik, sama artinya dengan memisahkan pekerja dari bahaya. Penting untuk membuat pengurangan risiko sebesar mungkin.

Tanda dan label memberikan peringatan akan bahaya yang membantu membatasi jenis kesalahan yang dihasilkan dari pekerja yang tidak tahu melakukan apa yang menurut mereka aman.

Prosedur khusus dan pelatihan dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) juga dapat menjadi langkah untuk mempersiapkan pekerja sebelum memulai pekerjaannya. Mengatur prosedur memungkinkan pekerja dan penanggung jawab K3 merencanakan cara yang aman untuk melakukan pekerjaan. Selain itu, pelatihan dasar K3 dapat memberdayakan pekerja untuk membuat keputusan yang aman di tempat, dalam situasi tak terduga.

APD selalu merupakan langkah terakhir. Jika situasi berbahaya telah berkembang ke titik di mana APD sebenarnya melindungi pekerja, terlalu banyak kemungkinan kesalahan yang terjadi. Ini bukan untuk mengatakan bahwa APD tidak penting: di mana diperlukan, peralatan yang tepat sangat penting. Tetapi Anda tidak boleh mengandalkan APD untuk melindungi pekerja kecuali semua kontrol lain yang mungkin sudah ada.

Tiga langkah singkat tersebut dapat memberi kesan bahwa penilaian risiko tidak memerlukan banyak perhatian. Itu jauh dari benar; penilaian risiko adalah dasar dari program keselamatan. Standar NFPA 70E mencakup beberapa rekomendasi penilaian risiko, serta bagian opsional yang menjelaskan proses secara lebih rinci.

24 Oktober 2024.
Midiatama
6 Ketentuan Tangga Darurat yang Perlu Diketahui!
Safety K3
6 Ketentuan Tangga Darurat yang Perlu Diketahui!

Beberapa standar yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia dan Organisasi Internasional lainnya seperti OSHA, secara eksplisit mengharuskan pengusaha untuk memiliki Rencana Tanggap Darurat untuk tempat kerja mereka. Kesiapan darurat adalah konsep terkenal dalam melindungi keselamatan dan kesehatan karyawan.

Salah satu rencana tanggap darurat yang harus tersedia di perusahaan adalah rencana tanggap darurat dan pencegahan kebakaran yang menjadi pekerjaan semua orang di tempat kerja. Perusahaan harus mengembangkan Rencana Pencegahan Kebakaran dan melatih semua karyawan tentang bahaya kebakaran di tempat kerja dan apa yang harus dilakukan dalam keadaan darurat kebakaran.

Jika saat kejadian kebakaran perusahaan ingin karyawan mengevakuasi diri, maka perusahaan harus melatih mereka tentang cara evakuasi. Jika perusahaan mengharapkan karyawan menggunakan peralatan pemadam kebakaran, maka perusahaan harus memberi mereka peralatan yang sesuai dan melatih mereka untuk menggunakan peralatan dengan aman.

Lantas apa saja hal yang perlu dipersiapkan perusahaan dalam usahanya membuat rencana tanggap darurat kebakaran?

Jika kita melihat standar yang dikeluarkan oleh OSHA, paling tidak, perusahaan memiliki rencana tanggap darurat kebakaran berupa:

  • cara melaporkan kebakaran dan keadaan darurat lainnya
  • prosedur darurat dan jalur evakuasi
  • prosedur yang harus diikuti oleh karyawan untuk tetap mengamankan pekerjaan sebelum melakukan evakuasi
  • prosedur untuk memperhitungkan semua karyawan setelah evakuasi
  • tugas dan tanggung jawab tim tanggap darurat
  • nama atau jabatan pekerjaan dari orang yang dapat dihubungi untuk informasi lebih lanjut atau penjelasan tugas berdasarkan rencana

Dari beberapa hal yang sudah disampaikan, salah satu yang perlu dipertimbangkan adalah jalur evakuasi. Seperti yang kita tahu, selain lift dan escalator gedung-gedung bertingkat selalu dilengkapi pula dengan tangga darurat. Keberadaannya pun dianggap penting dan telah diatur fungsi dan letaknya melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:26/PRT/M/2008 tentang persyaratan teknis Sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan. Tangga darurat atau emergency exit ini biasanya digunakan sebagai pintu evakuasi apabila dalam gedung tersebut terjadi kecelakaan.

Berikut adalah ketentuan tangga darurat yang perlu kita ketahui:

  1. Setiap gedung yang lebih dari 3 lantai, harus mempunyai 2 tangga darurat dengan jarak maksimum 45 meter. Apabila di dalam gedung terdapat alat penyiram api, maka jarak maksimal 67,5 meter.
  2. Tangga darurat harus dilengkapi dengan pintu tajan api minimal 2 jam. Pintu harus tertutup secara otomatis dan di cat warna merah.
  3. Tangga darurat harus dipisahkan dari ruang-ruang lain dengan pintu yang mudah diakses dan tanda petunjuk keluar atau exit yang harus tetap menyala walaupun listrik padam
  4. Lebar tangga darurat minimal 1,20 meter, tidak boleh menyempit di bagian bawah, tidak berbentuk melingkar dan dilengkapi dengan pegangan yang kuat.
  5. Jarak maksimal pintu darurat dari setiap titik posisi orang dalam satu blok bangunan gedung adalah 25 meter.
  6. Peletakan pintu keluar pada lantai dasar langsung ke arah titik kumpul.
21 Oktober 2024.
Midiatama
Tahukah Kamu Ruang Lingkup K3 Listrik di Perusahaan?
Safety K3
Tahukah Kamu Ruang Lingkup K3 Listrik di Perusahaan?

Kebakaran yang disebabkan oleh peralatan listrik adalah salah satu jenis penyebab kebakaran paling umum di tempat kerja. Beberapa K3 peralatan listrik dan mesin panas memiliki potensi besar menyebabkan terjadinya kebakaran. Oleh karena itu, pemerintah mendorong pengimplementasian Keselamatan dan Kesehatan Kerja di bidang Listrik atau biasa kita kenal dengan K3 Listrik di setiap perusahaan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 12 Tahun 2015 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Listrik di Tempat Kerja, pengusaha dan/atau pengurus wajib melaksanakan K3 di bidang listrik di tempat kerja.

Pengimplementasian K3 di bidang listrik ini bertujuan untuk:

  1. Melindungi keselamatan dan Kesehatan tenaga kerja dan orang lain yang berada di dalam lingkungan tempat kerja dari potensi bahaya listrik
  2. Menciptakan instalasi listrik yang aman, handal dan memberikan keselamatan bangunan beserta isinya
  3. Menciptakan tempat kerja yang selamat dan sehat untuk mendorong produktivitas

Ruang lingkup yang termasuk dalam pelaksanaan K3 listrik di antaranya, perencanaan, pemasangan, penggunaan, perubahan, pemeliharaan, pemeriksaan dan pengujian. Pelaksanaan kegiatan tersebut termasuk pada pembangkit listrik, transmisi listrik, distribusi listrik, dan pemanfaatan listrik yang beroperasi dengan tegangan lebih dari 50 volt arus bolak balik atau 120 volt arus searah.

Setiap perusahaan tentunya akan menggunakan standar yang berbeda-beda, sesuai dengan keadaannya masing-masing. Standar bidang kelistrikan yang digunakan untuk melakukan kegiatan-kegiatan tersebut dapat meliputi standar nasional Indonesia, standar internasional dan/atau standar nasional negara lain yang ditentukan oleh pengawas ketenagakerjaan spesialis K3 listrik.

Pengimplementasian K3 di bidang listrik di tempat kerja tidak hanya dilaksanakan oleh perusahaan saja, namun juga melibatkan pihak lain, seperti Pengawas Ketenagakerjaan spesialis K3 Listrik dan PJK3. PJK3 merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa K3 untuk membantu pelaksanaan pemenuhan syarat-syarat K3 sesuai dengan peraturan perundangan.

Kegiatan seperti perencanaan, pemasangan, perubahan, dan pemeliharaan dapat dilakukan oleh Ahli K3 (AK3) Listrik pada perusahaan atau AK3 Listrik pada PJK3. Sementara kegiatan pemasangan dan pemeliharaan pada pembangkit, transmisi, distribusi, dan pemanfaatan listrik dapat dilakukan oleh Teknisi K3 Listrik pada perusahaan atau Teknisi K3 listrik pada PJK3.

Sementara sesuai dengan Permenaker Nomor 33 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 12 Tahun 2015, kegiatan pemeriksaan dan pengujian dapat dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan spesialis K3 Listrik, AK3 Listrik pada perusahaan dan/atau AK3 Listrik pada PJK3.

Pemeriksaan dan pengujian ini dilakukan sebelum penyerahan kepada pemilik/pengguna, setelah ada perubahan/perbaikan dan dilakukan secara berkala. Pemeriksaan secara berkala paling sedikit dilakukan selama 1 tahun sekali, sementara pengujian paling sedikit dilakukan selama 5 tahun sekali.

Hasil dari pengujian dan pemeriksaaan yang dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan, AK3 Listrik perusahaan dan AK3 Listrik PJK3 akan digunakan sebagai bahan pertimbangan penerbitan pengesahan dan/atau pembinaan tindakan hukum. Perusahaan yang menggunakan perlengkapan dan peralatan listrik wajib menggunakan perlengkapan dan peralatan listrik yang telah memiliki sertifikat yang diterbitkan oleh Lembaga atau instansi berwenang.

Sumber:

  • Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 12 Tahun 2015 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Listrik di Tempat Kerja
  • Permenaker Nomor 33 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 12 Tahun 2015
17 Oktober 2024.
Midiatama
Yuk hitung kebutuhan Perancah Proyekmu!
Safety K3
Yuk hitung kebutuhan Perancah Proyekmu!

Kalian sudah tahu cara menghitung kebutuhan perancah pada proyek pembangunan? Sebagai penanggung jawab proyek, kita bertanggung jawab untuk memilih perancah yang tepat untuk pekerjaan yang kita lakukan.  Tetapi jika kita melakukan kontrak dengan pihak ketiga, 2 hal ini wajib dilakukan:

  • Pilih pemasok perancah, agen persewaan yang memiliki pengetahuan menyeluruh tentang peralatan yang dibutuhkan dan keamanan penggunaannya.
  • Dapatkan buku manual pemilik yang disiapkan oleh pabrikan perancah yang menyatakan batasan peralatan, peringatan khusus, penggunaan yang dimaksudkan, dan persyaratan perawatan.

Jika Anda akan memilih perancah sendiri, mulailah dengan meninjau persyaratan tertulis (perintah kerja, dll.) Untuk menentukan di mana perancah harus digunakan dan jenis perancah yang dibutuhkan, pastikan perancah memenuhi semua persyaratan. Pertimbangkan bahwa perancah umumnya dinilai dari beban ringan, sedang dan berat.

  • Perancah beban ringan dapat mendukung sejumlah karyawan dan perkakas tangan.
  • Perancah beban menengah harus mampu menahan pekerja, perkakas tangan, dan berat bahan konstruksi yang sedang dipasang dengan aman.
  • Perancah beban berat diperlukan ketika perancah harus menopang pekerja, alat, dan berat bahan yang disimpan.
  • Perhitungkan semua fitur khusus dari struktur bangunan yang berhubungan dengan Perancah, termasuk kondisi lokasi yang berbeda. Pertimbangkan pertimbangan berikut ke dalam kebijakan Anda:
    • pengalaman tenaga kerja
    • lamanya dan jenis tugas pekerjaan yang harus dilakukan
    • berat beban yang harus didukung
    • bahaya bagi orang yang bekerja di dan dekat perancah
    • membutuhkan perlindungan jatuh
    • kerekan material (katrol)
    • peralatan penyelamat (terutama untuk perancah gantung)
    • cuaca dan kondisi lingkungan
    • ketersediaan perancah, komponen, dll.

Di Indonesia, bahan perancah biasanya terbuat dari bambu. Selain lebih murah, bambu juga banyak dipilih karena bersifat tahan gempa. Berkat kemajuan teknologi, kebanyakan perancah saat ini berasal dari tabung atau pipa logam yang dirancang memakai sistem modular.

Dibutuhkan keterampilan dan ketelitian yang cukup tinggi untuk dapat menghitung jumlah kebutuhan perancah dengan benar. Metode yang paling sering digunakan yaitu membuat suatu peta tentang kebutuhan perancah.

Caranya yakni memperhatikan secara cermat gambar bangunan yang akan dipasangi perancah, lalu buatlah rencana ukuran perancah di dalam gambar tersebut. Secara garis besar, luas perancah yang standar berukuran 1,2 x 1,8 m serta tingginya 1,7 m atau menyesuaikan jack-base dan u-head.

Pembangunan Balok dan Plat Lantai

Pada saat membuat perancah di pekerjaan struktur, kita harus mengutamakan perancah di bagian bangunan yang lebih penting. Contohnya jika ingin membuat balok dan plat lantai, maka berikanlah prioritas pertamakali dengan membangun perancah balok terlebih dahulu.

Buatlah peta dan perhitungan kebutuhan perancah tiap masing-masing balok dahulu. Setelah itu, kita bisa melanjutkan pembuatan perancah untuk plat lantai apabila masih tersedia ruang yang cukup. Tetapi jika ruang yang tersisa tidak muat untuk pembuatan perancah, cobalah menggantinya dengan memasang pipa penahan yang sanggup meningkatkan kekuatan struktur perancah.

Langkah selanjutnya kita perlu menaksir ketinggian struktur yang akan dibangun. Dari sini bisa diketahui berapa jumlah tingkat perancah yang dibutuhkan, apakah harus membuat satu, dua, tiga, atau lebih tingkat perancah untuk mendukung proyek pekerjaan pembangunan. Terakhir, hitunglah total kebutuhan perancah yang ada di peta secara keseluruhan.

Pemasangan Bata, Pemlesteran, dan Pengecoran

Jika dibandingkan dengan petunjuk di atas, proses perhitungan kebutuhan perancah pada pekerjaan pemasangan batubata, pemlesteran, dan pengecoran terbilang lebih gampang. Informasi yang diperlukan hanyalah ukuran panjang dan tinggi area yang ingin dipasangi perancah.

Setelah diukur panjang dan tinggi areanya, kemudian masing-masing ukuran tersebut dibagi dengan dimensi perancah. Panjang area dibagi dengan 1,8 m, sedangkan tingginya dibagi dengan 1,7 m. Berikutnya hasil dari masing-masing pembagian tadi saling dikalikan. Nah, hasil dari perkalian inilah yang merupakan jumlah kebutuhan perancah yang kita perlukan.

Setelah mengetahui kebutuhan perancah dalam proyek pembangunan kita, jangan lupakan aspek K3 dari penggunaan perancah dalam proyek pembangunan. Tetap terapkan sistem manajemen K3 di proyek pembangunan agar seluruh aset yang kita investasikan di proyek pembangunan, termasuk para pekerja, dapat terhindar dari kecelakaan dan kerugian yang besar.

Selain penerapan SMK3 di proyek, kita juga harus memastikan setiap orang yang bekerja menggunakan perancah mulai dari para teknisi perancah, pekerja yang akan bekerja di ketinggian, hingga para supervisi perancah atau para pengawas, memiliki kompetensi mempuni.

14 Oktober 2024.
Midiatama
8 Penyebab Utama Kecelakaan Fatal pada Pekerja Instalasi Gas
Safety K3
8 Penyebab Utama Kecelakaan Fatal pada Pekerja Instalasi Gas

Pekerjaan instalasi gas merupakan kegiatan yang melibatkan penanganan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem distribusi gas. Meskipun pekerjaan ini penting untuk memastikan pasokan gas yang aman dan efisien, namun juga membawa risiko kecelakaan yang signifikan. Risiko tersebut mencakup potensi kebocoran gas, ledakan, dan dampak negatif terhadap kesehatan pekerja.

Statistik kecelakaan fatal pada pekerja instalasi gas mencerminkan seriusnya risiko ini. Meskipun data dapat bervariasi berdasarkan lokasi dan tahun, namun kecelakaan fatal dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kegagalan peralatan, kelalaian prosedur keselamatan, atau faktor lingkungan. Artikel ini akan membahas 8 Penyebab Utama Kecelakaan Fatal pada Pekerja Instalasi Gas :

1. Gas Beracun

Gas beracun dapat menyebabkan bahaya serius pada kesehatan manusia. Inhalasi gas beracun dapat menyebabkan kerusakan pada sistem pernapasan, organ-organ tubuh, dan bahkan kematian. Beberapa gas beracun yang umumnya menyebabkan masalah kesehatan meliputi karbon monoksida (CO), hidrogen sulfida (H2S), dan amonia.

Penyebab kecelakaan akibat gas beracun melibatkan kebocoran atau pelepasan gas secara tidak terkontrol dari industri, instalasi kimia, atau situasi lainnya. Kecelakaan tersebut dapat dipicu oleh kegagalan peralatan, kesalahan manusia, atau bencana alam.

Kasus-kasus kecelakaan fatal yang melibatkan paparan gas beracun seringkali terjadi di tempat-tempat kerja industri, seperti pabrik kimia atau fasilitas pengolahan minyak dan gas. Penanganan yang tidak tepat terhadap bahan kimia beracun, kurangnya pelatihan, dan kurangnya peralatan pengaman dapat menyebabkan insiden yang merugikan.

Penting untuk memiliki sistem keamanan yang ketat, pelatihan yang memadai bagi pekerja, dan peralatan pemantauan gas untuk mencegah dan mengatasi kecelakaan akibat gas beracun serta melindungi kesehatan pekerja dan masyarakat umum.

2. Kebocoran Gas

Risiko kebocoran gas melibatkan potensi ledakan yang dapat menyebabkan kerusakan serius dan bahaya bagi manusia. Faktor-faktor penyebab kebocoran gas pada instalasi meliputi kegagalan peralatan, korosi pipa, tekanan gas yang tidak terkendali, dan kurangnya pemeliharaan.

Penyebab kecelakaan seringkali terkait dengan kesalahan manusia, seperti kesalahan dalam pemasangan atau pengoperasian peralatan, kurangnya pelatihan pekerja, atau kurangnya pemahaman terhadap risiko potensial. Kondisi lingkungan, seperti gempa bumi atau cuaca ekstrem, juga dapat menyebabkan kebocoran gas.

Penerapan protokol keselamatan yang ketat, pelatihan pekerja yang baik, dan pemantauan yang terus-menerus dapat membantu mencegah kebocoran gas dan potensi ledakan, menjaga keselamatan instalasi dan masyarakat sekitarnya.

3. Tidak Mematuhi Prosedur Keselamatan

Mematuhi prosedur keselamatan dalam pekerjaan instalasi gas sangat penting untuk mencegah kecelakaan serius. Kelalaian dalam mengikuti prosedur keselamatan dapat mengakibatkan konsekuensi fatal dan merugikan.

Contoh kecelakaan fatal akibat kelalaian dalam mengikuti prosedur keselamatan melibatkan misalnya penggunaan alat pelindung diri yang tidak sesuai, penanganan bahan kimia tanpa pelindung yang memadai, atau pengabaian langkah-langkah pencegahan kebocoran.

Kurangnya pemahaman terhadap risiko, dan ketidakpatuhan terhadap prosedur keselamatan juga menjadi penyebab terjadinya kecelakaan. Memastikan bahwa setiap pekerja terlatih dengan baik, memahami protokol keselamatan, dan secara konsisten mematuhi prosedur keselamatan adalah kunci untuk mencegah kecelakaan dan melindungi kesehatan pekerja serta lingkungan sekitarnya.

4. Kurangnya Pelatihan

Pelatihan memainkan peran krusial dalam mencegah kecelakaan kerja, terutama dalam lingkungan kerja yang melibatkan risiko tinggi seperti instalasi industri atau konstruksi. Pelatihan yang baik dapat meningkatkan pemahaman pekerja terhadap protokol keselamatan, mengurangi kesalahan manusia, dan memastikan penanganan yang benar terhadap situasi darurat.

Kurangnya pelatihan dapat menyebabkan kecelakaan yang serius. Contohnya, kurangnya pemahaman tentang cara menggunakan alat atau peralatan dengan benar, tidak tahu cara menanggapi keadaan darurat, atau kekurangan keterampilan khusus yang dibutuhkan untuk pekerjaan tertentu.

Kasus-kasus kecelakaan yang disebabkan oleh kurangnya pelatihan seringkali melibatkan situasi di mana pekerja tidak memahami atau tidak tahu cara mengatasi risiko atau tugas tertentu. Oleh karena itu, investasi dalam pelatihan yang menyeluruh dan terus-menerus merupakan langkah kunci untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan mengurangi kemungkinan kecelakaan.

5. Penggunaan Peralatan yang Tidak Aman

Penggunaan peralatan yang tidak aman dapat menimbulkan seriusnya risiko kecelakaan kerja. Peralatan yang tidak memenuhi standar keselamatan dapat mengakibatkan kegagalan fungsi, kebocoran, atau bahkan ledakan, mengancam keselamatan pekerja dan lingkungan sekitar.

Contoh kasus kecelakaan fatal karena penggunaan peralatan yang tidak aman melibatkan situasi di mana pekerja menggunakan alat yang rusak, tidak terawat, atau tidak sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. Misalnya, penggunaan alat tanpa perlindungan yang memadai atau pengabaian petunjuk penggunaan dapat menyebabkan insiden yang berakibat fatal.

Kecelakaan kerja berhubungan erat dengan penggunaan peralatan yang tidak aman termasuk kegagalan peralatan, ketidakpatuhan terhadap standar keselamatan, dan penggunaan yang tidak tepat. Penting untuk secara rutin memeriksa, merawat, dan menggunakan peralatan sesuai dengan pedoman keselamatan untuk mencegah kecelakaan yang dapat dihindari.

6. Kelalaian Pengawasan

Pengawasan yang efektif dalam pekerjaan instalasi gas sangat penting untuk mencegah kecelakaan kerja dan memastikan kepatuhan terhadap prosedur keselamatan. Pengawasan memungkinkan deteksi dini potensi risiko, intervensi cepat, dan pemantauan kinerja pekerja.

Kurangnya pengawasan dapat mengakibatkan kecelakaan serius. Contohnya, kurangnya pengawasan terhadap pelaksanaan protokol keselamatan, ketidakpatuhan pekerja terhadap prosedur, atau ketidaktahuan atas perubahan kondisi kerja dapat memicu kejadian yang membahayakan.

Penting untuk memastikan bahwa ada pengawasan yang memadai dalam setiap tahap pekerjaan instalasi gas, termasuk pemantauan pemakaian peralatan, penanganan bahan kimia, dan kepatuhan terhadap prosedur keselamatan. Dengan pengawasan yang baik, potensi risiko dapat diidentifikasi dan diatasi sebelum menyebabkan kecelakaan kerja, menjaga keselamatan pekerja dan lingkungan kerja.

7. Faktor Lingkungan

Kondisi lingkungan juga memainkan peran kunci dalam kecelakaan kerja, terutama di sektor industri dan konstruksi. Faktor-faktor seperti cuaca ekstrem, gempa bumi, atau lingkungan yang tidak terkontrol dapat meningkatkan risiko kecelakaan.

Contoh kasus kecelakaan fatal yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan melibatkan situasi di mana cuaca ekstrem menyebabkan kegagalan struktur, atau bencana alam mengakibatkan kebocoran bahan berbahaya. Misalnya, banjir yang merusak instalasi atau angin kencang yang menyebabkan jatuhnya objek berat dapat menjadi penyebab kecelakaan serius.

Penting untuk mempertimbangkan dan merencanakan respons terhadap faktor lingkungan dalam setiap pekerjaan atau proyek, serta memiliki protokol keselamatan yang sesuai. Ini membantu mencegah atau mereduksi dampak kecelakaan yang mungkin terjadi akibat kondisi lingkungan yang tidak terduga.

8. Faktor Psikologis

Faktor psikologis dapat signifikan mempengaruhi kinerja pekerja instalasi gas dan berkontribusi pada risiko kecelakaan kerja. Stres, kelelahan, atau tekanan psikologis dapat mengurangi kewaspadaan, menghambat pengambilan keputusan, dan meningkatkan kemungkinan kesalahan.

Contoh kasus kecelakaan kerja yang disebabkan oleh tekanan psikologis atau stres melibatkan situasi di mana pekerja menghadapi tenggat waktu yang ketat, beban kerja yang berlebihan, atau kondisi lingkungan yang menegangkan. Dalam kondisi ini, kemampuan fokus dan respons pekerja dapat terpengaruh, meningkatkan risiko terjadinya insiden.

Penting untuk memahami dan mengelola faktor-faktor psikologis di tempat kerja, memberikan dukungan psikologis, dan memastikan bahwa pekerja memiliki istirahat yang cukup. Hal ini dapat membantu mencegah kecelakaan yang disebabkan oleh tekanan psikologis, menjaga kesejahteraan pekerja, dan meningkatkan keselamatan di lingkungan kerja.

Pencegahan kecelakaan kerja

Langkah-langkah pencegahan yang dapat diambil untuk mengurangi risiko kecelakaan fatal dalam pekerjaan instalasi gas meliputi:

  1. Pelatihan yang Mendalam: Memastikan bahwa semua pekerja terlatih dengan baik dalam penggunaan peralatan, prosedur keselamatan, dan respons terhadap situasi darurat.
  2. Pemeliharaan Rutin: Melakukan pemeliharaan rutin pada peralatan dan instalasi guna mencegah kegagalan teknis yang dapat menyebabkan kecelakaan.
  3. Pengawasan yang Ketat: Memastikan ada pengawasan yang efektif selama pekerjaan, termasuk pemantauan penggunaan peralatan dan kepatuhan terhadap prosedur keselamatan.
  4. Evaluasi Risiko: Melakukan evaluasi risiko secara teratur untuk mengidentifikasi dan mengatasi potensi risiko yang mungkin timbul.
  5. Manajemen Stres dan Kesejahteraan Psikologis: Menyediakan dukungan psikologis, manajemen stres, dan memastikan bahwa pekerja memiliki lingkungan kerja yang mendukung kesejahteraan mental.
10 Oktober 2024.
Midiatama
1
...
7
8
9
6
7
8
9
10
...
56

Artikel Populer

10 Perbedaan Sertifikasi Ahli K3 Umum BNSP dan Kemnaker RI

05 September 2024.
410 Views
10 Perbedaan Sertifikasi Ahli K3 Umum BNSP dan Kemnaker RI

Tips Menerapkan Tindakan Pencegahan di Tempat Kerja

27 September 2024.
388 Views
Tips Menerapkan Tindakan Pencegahan di Tempat Kerja

Selain Fire Detector, Apa Komponen Lain yang Ada pada Fire Alarm?

24 Agustus 2023.
365 Views
Selain Fire Detector, Apa Komponen Lain yang Ada pada Fire Alarm?

Bagaimana Cara Mencegah dan Mengurangi Rasa Sakit Perut Saat Maag Kambuh?

11 Mei 2023.
338 Views
Bagaimana Cara Mencegah dan Mengurangi Rasa Sakit Perut Saat Maag Kambuh?

Waspadai Bahaya Arc Flash – Ledakan Api Listrik

19 Agustus 2024.
325 Views
Waspadai Bahaya Arc Flash – Ledakan Api Listrik

6 Klasifikasi Area Berbahaya dan Tindakan Pencegahannya

23 September 2024.
321 Views
6 Klasifikasi Area Berbahaya dan Tindakan Pencegahannya

Mengapa perlu melakukan penilaian risiko kebakaran?

26 Agustus 2024.
313 Views
Mengapa perlu melakukan penilaian risiko kebakaran?

Faktor-Faktor yang Harus Dipertimbangkan Saat Memilih Lifeline

19 September 2024.
299 Views
Faktor-Faktor yang Harus Dipertimbangkan Saat Memilih Lifeline
Kontak Kami
Fast Respon (Sales)

0899-3386423 (Beni)

0852-1011-9176 (Risma)

0878-88880799 (Soka)

0815-32705432 (Amanda)

Telephone (Office)

021-22545432 (Jam Kerja)

021-58906930 (Jam kerja)

Email

[email protected]

[email protected]

Office

Gedung Wisma Presisi, Lantai 1 No 4, Jalan Taman Aries RT.05/RW2, Meruya Utara Kembangan Jakarta Barat 11620

Business Partner

Lihat partner lainnya

HSE
Garuda
LSPK3 Indonesia
ALPK3 Indonesia
Bantuan

Hubungi Kami

Syarat

Syarat dan Ketentuan

FAQ

Sosial Media

Facebook

Instagram

Youtube

Aplikasi Miccapro
Aplikasi Miccapro di App StoreAplikasi Miccapro di Google Play
HUBUNGI KAMI
Fast Respon (Sales)

0899-3386423 (Beni)

0852-1011-9176 (Risma)

0878-88880799 (Soka)

0815-32705432 (Amanda)

Telephone (Office)

021-22545432 (Jam Kerja)

021-58906930 (Jam kerja)

ALAMAT KAMI

PT. Mitra Dinamis Yang Utama (PJK3 Midiatama Academy) Gedung Wisma Presisi, Lantai 1 No. 4, Jalan Taman Aries RT.5/RW.2 Meruya Utara Kembangan Jakarta Barat 11620

Email

[email protected]

[email protected]

Jam Kerja

08.00 WIB - 17.00 WIB

BANTUAN

Hubungi Kami

Syarat

Syarat dan Ketentuan

FAQ

Business Partner
HSE
Garuda
LSPK3 Indonesia
ALPK3 Indonesia

Lihat lebih banyak

SOCIAL MEDIA

Facebook

Instagram

Youtube

Aplikasi Miccapro
Aplikasi Miccapro di App StoreAplikasi Miccapro di Google Play
© Copyright 2020 - 2025 PT Mitra Dinamis Yang Utama
Powered By Midiatama